Paradigma inilah yang saya pegang saat ini. Berkali-kali saya mencoba unuk bisa memelihara burung walaupun keluarga saya selalu mencibir bahwa saya tidak bakat memelihara burung. Keseringan membaca ceita motivasi untuk tidak menyerah saat gagal membuat saya ingin terus mencoba memelihara burung.
Waktu kecil saya pernah memelihara ikan dan mati semua. Pernah pula memelihara burung dan juga mati semua.
Bertahun-tahun mengalami masa traumatis dan selalu mendengarkan afirmasi bahwa saya tidak bakat memelihara hewan serta tak pandai berbisnis membuat saya sempat meragu apakah benar kalimat tersebut.
Buku-buku motivasi, bisnis, dan biografi para penemu serta pebisnis membuat saya masih saja ngeyel untuk tetap memelihara burung dan mencoba berbisnis.
Beberapa bulan yang lalu saya mencoba memelihara burung peking(Burung yang suka memakan padi di sawah) sebagai percobaan akan hipotesis saya bahwa penyayang binatang adalah orang yang bakat berbisnis.
Sebelum sebelumnya saya lebih suka memeilhara burung yang masih piyik(baru menetas). Seringkali disemuti oleh semut merah. Ada juga yang sudah sampai bisa terbang. Tapi karena tidak dikandangi ya akhirnya terbang bebas alias lepas(hehehe).
Kurang lebih satu bulan kedua burung peking yang saya pelihara masih hidup. Suatu pagi saat saya mandikan, eh… malah lepas. Ndilalah(bahasa indonesianya apa sih? ada yang tau) kandang yang saya gunakan adalah kandang yang sudahlama dan agak rusak. Sehingga dengan kekuatannya burung bisa bebas. Masih satu burung dan karena esmosi ya sekalian dilepasin aja deh. Hufh…
Beberapa hari berlalu saya memutuskan untuk membeli burung baru tapi yang bisa berkicau. Asal pilih di pasar burung di kabupaten kebumen yang lebih terkenal dengan nama Koplak ataupun Pasar Manuk.
Gelatik saya pilih karena pedagangnya bilang kalau mau makan beras kering dan beras. Saya beli dan bawa pulang sekalian membeli kandang tapi dengan ukuran kecil.
Belum satu hari sudah diem di dasar kandang, paginya ternyata sudah MATI. Arghhh Tidakkkkkk !!
Akhirnya saya membeli burung yang baru lagi yaitu Burung Trucukan ! Beserta kandang baru dengan ukuran besar. Seminggu kurang lebih burung Trucukan baru ini tinggal dirumah dan dengan kicuan yang cukup merdu walaupun jarang-jarang berkicau(yang crewet alias gacor harganya mahal punya).
Tadi Pagi pada saat mau saya keluarkan dari ruangan setelah membuka kerodong saya bawa keluar. Eh, ga’ tau kenapa kandangnya udah kebuka. Langsung deh burungnya terbang ke pohon mangga di depan rumah dengan gesitnya. Apalagi burung ini masih liar dan kalau lagi dikasih makan atau dimandikan, rewelnya bukan main.
Menuju lodong(toples) yang saya khususkan untuk menyimpan jangkrik ternyata sudah diobrak-abrik oleh si Condol(Tikus) yang tidak bertanggung jawab sehingga lepaslah semua jangkrik yang menjadi pakan dari Burung Trucukan.
Kesimpulan :
Jika kita berbisnis dari awal ibarat memelihara burung dari kecil alias baru menetas. Perlu extra perhatian dan penjagaan agar tidak mati dimakan hama ataupun karena kedinginan dan belum bisa makan sendiri
Jika kita berbisnis dari kesuksesan orang lain misalnya franchise. Ibarat memelihara burung yang sudah remaja ataupun dewasa sehingga lebih mudah mengurusnya karena sudah berbulu, bisa makan sendiri dan mampu bertahan dari suhu dingin serta hama yang menggangu
Orang yang telaten merawat burung(hewan peliharaan apa saja juga boleh) bisa dibilang ornag yang telaten dan sabar dalam menjaga bisnisnya. Tengok orang Chinese yang suka memelihara ikan Koi, Arwana, burung mahal dlsb. Asumsi saya begitu tapi belum tentu benar juga. Hanya pendapat pribadi(heheeh). Katanya pengusaha boleh ngomong seenaknya yang dia mau(saya lupa baca dimana. Kalo ga salah di website-nya purdie chandra)
Mau bisnis dari Nol atau dari 9?